Adalah lambang paling terkenal dari kota Rio de Janeiro. Sekarang sekitar 4.500 orang mengunjungi bukti granit ini setiap harinya, menikmati pemandangan menakjubkan, Sejak 100 tahun kereta gantung "Bondinho do Pão de Açúcar" mengantar para tamu ke puncak Sugarloaf atau nama Brasilnya Pão de Açúcar.
100 Tahun Kereta Gantung Rio
Melayang Ke Puncak Sugarloaf
Mulanya sebuah visi dari Augusto Ferreira Ramos: Sebuah kereta gantung yang naik hingga puncak Sugarloaf atau Pão de Açucar, lambang terkenal kota Rio de Janeiro. Insinyur itu pada 1909 mendirikan yayasan “Caminho Aéreo Pão de Açucar“.
100 Tahun Kereta Gantung Rio
Dua Tahapan Lewati Bukit
Pão de Açucar atau Sugarloaf berada di ujung sebuah semenanjung. Di depannya menghalangi sebuah bukit lain. Sejak dulu sudah jelas: Mula-mula jalur kereta gantung menuju bukit “Morro da Urca“. Dari situ barulah jalurnya diteruskan ke monolith terkenal Sugarloaf.
100 Tahun Kereta Gantung Rio
Pembangunan Dimulai
Pada tahun 1910 rencana sudah matang. Pembangunan dimulai. Konstruksi di bukit kecil “Morro da Urca“ cukup sulit. Para pekerja harus mengangkut total 4 ton material bangunan mendaki tebing terjal itu.
100 Tahun Kereta Gantung Rio
Teknik Dari Jerman
Perusahaan terkemuka ahli pembangunan kereta gantung di jaman itu adalah “Julius Pohlig AG“ dari kota Köln Jerman. Perusahaan inilah yang mendapat order membangun jalur kereta gantung pertama di Brasil.
100 Tahun Kereta Gantung Rio
Jalur Ke Puncak Sugarloaf
Perusahaan Jerman itu medokumentasikan lewat foto setiap tahapan pembangunan kereta gantung. Foto-foto bersejarah itu sekarang disimpan di lembaga arsip Rheinisch-Westfälischen Wissenschaftsarchiv di Köln.
100 Tahun Kereta Gantung Rio
Pelahan Mencapai Target
Para insinyur mula-mula memeriksa keamanan dan kelaikan bangunannya sebelum penumpang pertama bisa naik kereta gantung itu. Uji coba perjalanan pertama dilakukan para insinyur dengan menaiki gondola kayu terbuka.
100 Tahun Kereta Gantung Rio
Penumpang Pertama
Tepat 100 tahun lalu pada 27 Oktober 1912, persis dua tahun setelah peletakan batu pertama, stasiun kereta gantung membuka gerbangnya bagi penumpang pertama. Sebuah gondola tertutup mengangkut para penumpang yang penasaran hingga ke stasiun transit “Morro da Urca“ di ketinggian 220 meter.
100 Tahun Kereta Gantung Rio
Melaju Hingga Ke Puncak
Baru pada Januari 1913 gondola pertama diberangkatkan dari “Morro da Urca" menuju ke puncak Pão de Açucar. Gondola tertutup dari kayu mampu mengangkut 16 penumpang sekali jalan. Perjalanan dari “Morro da Urca“ ke puncak Pão de Açucar atau Sugarloaf perlu waktu enam menit.
100 Tahun Kereta Gantung Rio
Puncak Yang Menakjubkan
Puncak bukit Pão de Açucar tingginya dua kali lipat dari Morro da Urca. Bukit granit itu seperti tanduk yang mencuat dari laut. Dari puncaknya para wisatawan dapat melihat pantai yang melengkung dari Rio hingga Copacabana serta patung raksasa Yesus di Corcovado yang jaraknya 5 km.
100 Tahun Kereta Gantung Rio
Perubahan Drastis Kawasan
Suasana di pelabuhan kapal Yacht pribadi Marina da Glória dan Botafogo 100 tahun lalu yang mirip desa nelayan yang tenteram.
100 Tahun Kereta Gantung Rio
Kota Yang Memukau
Rio de Janeiro pada 1912 masih menjadi ibukota Brasil, dan ketika itu sudah tergolong metropolitan terindah di dunia yang dikelilingi alam memukau. Ketika itu bermukim 1 juta warga, sekarang lebih 7 juta orang bermukim di Rio.
100 Tahun Kereta Gantung Rio
Sukses Besar
Seperti jumlah populasi Rio de Janiero, jumlah penumpang kereta gantung juga terus meningkat. Karena itu pada tahun 60-an diputuskan pembangunan baru kereta gantung, yang dilaksanakan perusahaan Italia Pohligs.
100 Tahun Kereta Gantung Rio
Selamat Jalan
Harga tiket elektronik kereta gantung itu sekarang sekitar 25 Euro, termasuk tiket masuk ke taman "Parque Pão de Açucar".
100 Tahun Kereta Gantung Rio
Jalur Baru
Jalur kereta gantung dan stasiun baru dibangun dekat jalur lama, yang tetap dioperasikan hingga jalur baru diresmikan 29 Oktober 1972. Setelah beroperasi selama 60 tahun, jalur lama dipensiunkan.
Penulis: Solveig Flörke/Christina Weise
| Editor: Agus Setiawan/Dyan Kostermans
